Teras
Gubahan G
Selamat malam bulan,selamat malam bintang,makhluk
nocturnal.
Selamat malam untuk malam itu sendiri.
Masih jelas malam itu hujan tak begitu lebat, sederas
air mata yang sorenya kau ceritakan kepadaku.
Dipundak ini kau bersandar,diatas tempat tidurku aku
mendengar kau menyesal. Dibawah basah langit abu-abu aku mendekapmu.
Mewarnai suasana merupakan anugerah
Tuhan untukku,setidaknya engkau bisa tertawa kecil saat itu walaupun aku tidak
bisa membuatmu tertawa lagi, dengan rasa yang sama.
Inai belum kulihat di jari-jarimu,namun terlukis nyata
dikepala ini. Terlukis senyata engkau datang kerumah menyapa bapa-mamaku,
memberikan mereka undangan dengan namamu tertulis tinta emas bersanding dengan
nama dia yang bila aku membacanya akan kau dengar kata bajingan.
Namun dalam hati ada lukisan dimana engkau kupeluk
dari belakang, dan mengucapkan selamat pagi sementara engaku membuatkan
sarapan.
Tanpa seizin engkau aku mempunya rasa.
Aku bagai duduk diteras rumah tanpa seizin sang
pemiliknya, walaupun dia melihat aku duduk diterasnya dia tidak pula mengusik.
Aku sebagai tetamu yang tidak diundang,namun sudah ada sejak lama. Entah apa
dia tidak melihat atau tidak ingin melihatku.
Begitu banyak tetamu datang saat aku duduk di teras,
dan engkau tidak menyuruhku masuk untuk sekedar minum air putih.
Aku melihat tetamu kau persilahkan masuk, meskipun dia
baru datang beberapa minggu yang lalu.
Dan aku sewindu hanya duduk diteras, menegurmu pun aku
segan karena kamu sedang melayani tamu, tak ingin aku memaksakan masuk, karena
aku punya sopan santun.
Entah sampai kapan aku harus duduk diteras ini, selalu
kujaga jarak dari pintu rumahmu.
Dan dibawah langit abu-abu saat itu engkau merenung
didepan teras, setelah ada tetamu yang pergi tanpa sopan santun. Engkau menceritakan
bila tetamu itu tidak berkenan ada aku diteras rumah.
Lalu kau sandarkan kepalamu ke pundak ini. Mengapa dia
tidak berkenan? Aku hanya didepan teras tidak melakukan apa-apa, selain
berharap engkau memberikanku seperti apa yang kau berikan kepada tiap tetamu
yang datang.
Mungkin itu.
Hanya diteras.
Aku tidak pernah duduk semakin dekat ke pintu rumahmu,
maupun keluar dari halaman rumahmu.
Hanya diteras.
Sewindu.
Mungkin sudah batasku.
Haus.
Mungkin engkau tau itu.
Hanya saja…
Engkau seperti tidak mengetahui apa yang sebenarnya
engkau benar-benar tahu.
Dari sewindu aku ada diterasmu.
Engkau keluar ke teras saat tidak ada tetamu yang
datang, bahkan sempat engkau ke teras saat tetamu masih ada didalam.
Untuk menceritakan tentang tetamu yang kau jamu.
Dan tidak tentang sewindu aku tanpa jamuan.
Kau peduli saja aku sudah senang.
Beberapa banyak lagi tetamu yang akan engkau ceritakan
baiknya?
Hingga engkau sadar, sudah sewindu aku menjadi tetamu
yang baik.
Mungkin dasawarsa.
Komentar
Posting Komentar